Laman

Jumat, 10 Januari 2014

Pemilu



A.  Pemilu 1955

Merupakan pemilu pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerin-tah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X, pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.

Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

i.            Pelaksanaan Pemilu 1955

Pemilihan Umum Anggota DPR dan Konstituante Indonesia 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan kemudian dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

ii.          Hasil Pemilu 1955
Peserta pemilu 1955 yang berjumlah 29 partai memperoleh kursi masing-masing sebagai berikut:
5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia (PKI) 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 8 kursi DPR dan 16 kursi Konstituante (2,89 persen).

Partai-partai lainnya, mendapat kursi DPR di bawah 10. Yaitu PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) 8 kursi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) 8 kursi, Partai Katolik 6 kursi, Partai Sosialis Indonesia (PSI) 5 kursi. Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI / Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Perti / Pergerakan Tarbiyah Islamiyah). 6 partai mendapat 2 kursi (PRN / Partai Rakyat Nasional, Partai Buruh, GPPS / Gerakan Pembela Panca Sila, PRI / Partai Rakyat Indonesia, PPPRI / Persatuan Pegawai Polisi RI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Wongsonegoro, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Hazairin, Grinda, Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia), Partai Persatuan Dayak, PPTI (Partai Politik Tarikat Islam), AKUI, PRD (Persatuan Rakyat Desa), PRIM (Partai Republik Indonesis Merdeka), ACOMA (Angkatan Comunis Muda) dan R. Soedjono Prawirisoedarso.

Pemilu pertama ini berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 dan dilaksanakan dengan PP No. 9 tahun 1954, Pemilu tahun 1955 diadakan dua tahap:

TAHAP KE I. 
·                     tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR ( Parlemen )

TAHAP KE II.
·                     tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante
Pemilu tahun 1955 masa orde lama sukses dilaksanakan sesuai dengan asas demokrasi, tetapi tidak memenuhi harapan rakyat dikarenakan, terjadinya pertikaian antar partai politik dan masing-masing partai politik hanya mementingkankan kepentingan sendiri

B.  Pemilu 1999

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional.


i.            Pelaksanaan Pemilu 1999

Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara. 

Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai tersebut adalah sebagai berikut:
Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999.
Nomor
Nama Partai
1.
Partai Keadilan
2.
PNU
3.
PBI
4.
PDI
5.
Masyumi
6.
PNI Supeni
7.
Krisna
8.
Partai KAMI
9.
PKD
10.
PAY
11.
Partai MKGR
12.
PIB
13.
Partai SUNI
14.
PNBI
15.
PUDI
16.
PBN
17.
PKM
18.
PND
19
PADI
20.
PRD
21.
PPI
22.
PID
23.
Murba
24.
SPSI
25.
PUMI
26
PSP
27.
PARI


ii.          Hasil Pelaksanaan Pemilu 1999

Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal 26 Juli 1999.

Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukanstembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.

Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.

Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada tanggal 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.

Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.

Tetapi cara penetapan calon terpilih berbeda dengan Pemilu sebelumnya, yakni dengan menentukan ranking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Apabila sejak Pemilu 1977 calon nomor urut pertama dalam daftar calon partai otomatis terpilih apabila partai itu mendapatkan kursi, maka kini calon terpillih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terba-nyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Dengan demikian seseorang calon, sebut saja si A, meski berada di urutan terbawah dari daftar calon, kalau dari daerahnya partai mendapatkan suara terbesar, maka dialah yang terpilih. Untuk cara penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II ini sama dengan cara yang dipergunakan pada Pemilu 1971.

C.  Perbandingan Pemilu 1955 dan Pemilu 1999

Tabel Perbedaan Pemilu Tahun 1955 dan 1999
Tahun 1955
Tahun 1999
Pemilu pertama untuk pemilihan anggota bikamoral
Pemilu pertama pasca kekuasaan Soeharto
Sitem Proporsional
Sistem proporsiona enggan Varian Party-List
Jumlahpartai yang menikuti pemilu terbatas
Jumlah partai yang mengikuti pemilu sudah tidak terbatas
Berlangsung pada masa ordebaru
Berlangsung pada masa reformasi
Berlandaskan atasUndang-Undang No. 7 tahun 1953
Berlandaskan atas Undang-Undang No.3 tahun 1999, tentang pemilihan umum.
Keadaannya penuh kejutan dan keprihatinan pada saat pemilu berlangsung.
Keadaanya berlangsung secara Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) sert aadil dan jujur, pada saat pemilu.


Kesimpulan:
Pada tahun 1955, Indonesia pertama kali menyelenggarakan pemilu. Diikuti oleh 118 peserta dari anggota DPR dan 91 peserta dari anggota Konstituante. Namun setelah Dekrit Presiden, hasil dari Pemilu tersebut dibatalkan karena Konstituante dihapus. Namun pemilu tahun 1955, merupakan pemilu yang paling demokratis yang pernah diselenggarakan oleh Indonesia. Dan Tahun 1999, Indonesia melaksanakan pemilu kembali dan terjadi perubahan mendasar. Pada dasarnya, pelaksanaan pemilu pada tahun 1955 dengan pemilu tahun 1999 hampir sama namun tetap ada sedikit perbedaan mendasar dalam pelaksanaannya.


DAFTAR PUSTAKA

·        KPU.go.id
·        http://hidrojaka.wordpress.com/2012/12/05/sistem-pemilu-dari-tahun-1955-hingga-2009/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar